Cast:
Kimmy
Yoseob
Bomi
“Perasaan macam
apa ini? Mengapa saat kau sedih, hatiku senangnya bukan main? Justru saat kau
sedang bahagia, aku merasa sedih atas itu. Bukan, kau senang bukan denganku.
Bukan juga kau sedih karenaku. Kau senang dan sedih karena orang lain, karena
perempuan lain”
Kimmy POV
Yang Yoseob, sebuah nama yang sosoknya
membuat semua orang tertawa bahagia saat berada di dekatnya. Dengan segala
keceriaan dan candaan yang dia buat hingga semua orang bisa terpingkal-pingkal
kegelian. Aku mengenalnya entah sejak kapan, karena tahu-tahu dia sudah tinggal
di sebelah rumahku. Mungkin sejak aku lahir di bumi, atau sejak aku mulai bisa
berjalan? Entahlah.
Dia besar di keluarga yang sangat bahagia
bersama ayah, ibu, dan seorang kakak perempuan yang terpaut 2 tahun darinya.
Rumahnya yang beralih fungsi menjadi rumah makan itu membuatnya selalu ramai
hampir 24 jam. Berbeda dengan keluargaku, yang hanya tinggal berdua dengan
ibuku di sebuah rumah yang beralih fungsi menjadi sauna jika musim liburan tiba.
Awalnya perasaanku masih normal saat kita
duduk di bangku TK, SD, hingga lulus SMP. Dia tertawa, aku tertawa. Dia sedih,
aku pun turut sedih. Tapi perasaanku mulai berjalan tidak normal sejak kami
sama-sama duduk di bangku SMA. Lebih tepatnya sejak seorang wanita pindahan dari
kota berada satu kelas dengan kami, bukan sekelas lagi tapi sebangku dengan
yoseob. Meski aku dekat dengan yoseob, tapi aku selalu sebangku dengan siswa
perempuan lainnya, dan yoseob selalu duduk bersama siswa laki-laki. Tapi di
tahun ajaran baru ini yoseob duduk sendiri karena siswa laki-laki berjumlah
ganjil. Dan membuat dia duduk bersama yoseob. Waktu itu dia baru pindah sekitar
6 bulan dan dengan berani bertanya ini padaku.
“kau pacar yoseob ya?” ucap siswa pindahan
itu suatu waktu padaku.
Saat itu aku hanya berdua saja dengannya di
toilet. Aku hanya membalas dengan gelengan kepala.
“kau yakin?”
“apa aku terlihat sedang berbohong?” tanyaku
agak emosi.
“wkwkwk.. apa kau sedang PMS?”
Kenapa dia bisa mengira aku PMS waktu itu?
Padahal aku sudah mengatur nada bicaraku sesantai mungkin.
Di lain waktu lagi, dia tiba-tiba bertanya
saat kita bertiga kerja kelompok di rumah yoseob. Kebetulan yoseob dipanggil
ibunya di dapur untuk membantunya sebentar.
“kenapa yoseob sampai sekarang masih jomblo
ya?” Tanyanya sambil melirik pintu, takut yoseob datang tiba-tiba.
“aku tak tahu, Tanya padanya saja” saranku.
“apa kau tak penasaran? Memang berapa tahun
kau mengenalnya?”
“mengenal siapa yang kau maksud?” Tanya
yoseob tiba-tiba membuat dia terdiam kaku. Yoseob yang melihat gelagat itu
hanya menyahut.
“aku dengan kimmy?” Tanya yoseob lagi yang
membuat dia mengangguk-angguk.
“hhmmm.. berapa tahun ya? Kimmy apa kau
tahu?” Tanya yoseob meminta pendapatku.
“mungkin sejak kau masih sering ngompol”
celetukku membuatnya malu dan akhirnya yoseob membalas dengan membeberkan semua
masa-masa kecil kami padanya.
Sejak saat itu kami makin dekat dan selalu
pergi bertiga. Mengerjakan tugas bersama, ke malam festival, ke kebun binatang
untuk tugas penelitian, ataupun pergi karaoke di malam minggu. Tapi
lama-kelamaan yoseob bisa pergi kemanapun tanpaku. Ini berawal dari kondisi
kesehatan ibuku yang terlihat sering sakit-sakitan, membuat waktu bersama
dengan yoseob terpotong karena harus merawat ibuku.
Ibu yoseob sering menawarkan diri untuk
menggantikanku, tapi aku tak ingin merepotkannya. Terlepas dari itu, ibu yoseob
makin sering membawakan makanan untuk ibuku. Awalnya yang sering mengantarkan
makanan adalah yoseob. Tapi makin lama yoseob sering keluar, jadilah kakak
perempuannya yang menggantikan.
Suatu hari menjelang petang, yoseob datang
bersama anak pindahan itu. Sambil membawakan hasil masakan ibunya, dia datang
dengan pakaian seragam sekolah yang sudah lecek. Yoseob bercerita, katanya
seharian ini setelah jam pelajaran selesai yoseob dan teman pindahan itu
bermain di pantai. Mereka mencari ikan untuk kelas bedah besok lusa. Malam itu
kita berbicara banyak hal termasuk mimpi-mimpi kita di bangku kuliah. Kita
sama-sama memiliki mimpi berkuliah di ibukota, karena kampus lokal masih sangat
kecil dan belum berkembang. Yang paling bersemangat cerita adalah anak pindahan
itu, maklum saja dia sudah rindu dengan ibukota tempatnya berasal. Hingga malam
mulai larut, dan anak pindahan itu ijin pulang duluan dan meninggalkan aku
dengan yoseob berdua saja. Tiba-tiba…
“kim, aku beri tahu kau sebuah rahasia”
bisiknya sambil kepalanya menoleh kesana kemari melihat kondisi sepi.
“apa itu?” tanyaku sedikit takut, karena tak
biasanya dia bersikap seperti ini.
“bomi tadi di sekolah mendapat pernyataan
cinta dari anak kelas sebelah” ucapnya.
“trus-trus? Apa dia menerimanya?” Tanyaku
ikut penasaran dan mendekat pada yoseob.
“tentu saja tidak, bomi bertanya padaku untuk
minta pertimbangan. Dan aku dengan segera memberikan tanda silang di depan
badanku” ucapnya masih bangga karena menurutnya yoseob sudah melindungi bomi
dari sakit hati.
“babo.. kenapa kau menolaknya? Bomi akan
perawan tua jika kau terus-trusan melarangnya berhubungan dengan lelaki lain.”
Ucapku nyeplos sambil mendorong kepalanya hingga mundur beberapa senti.
“itu tidak akan terjadi. Karena buktinya kamu
masih jomblo meski aku tak pernah melarangmu berhubungan dengan laki-laki lain”
“itu hal yang berbeda yoseob”
“itu hal yang sama kimmy”
“lalu kenapa kau juga masih jomblo?” tanyaku
membuat kita berhenti berdebat.
“aku masih jomblo karena belum berani
menyatakannya”
“jeongmal? Siapakah wanita itu?” tanyaku
penasaran dan mulai menyiapkan hati karena takut nanti namaku yang disebut.
Dia berhenti bicara dan dari gelagatnya dia
berfikir dengan keras. “tapi kau jangan menertawakanku?” “iya, cepat katakan
padaku” ucapku juga tak sabar.
“sebenarnya aku ingin menyatakannya pada
bomi” ucapnya dengan malu-malu itu seperti beribu jarum suntik yang menusuk
hatiku, apa ini mimpi buruk?
Selang beberapa hari aku selalu berdebat
dengan yoseob masalah rencana bagaimana dia menyatakan cintanya pada bomi agar
terlihat keren dan diterima. Yoseob selalu memanfaatkan waktu luang tanpa bomi.
Tapi dari gelagat yoseob yang berlebihan itu membuat terkesan yoseob menjauhi
bomi. Dan bomi merasakan itu lebih dulu, hingga menanyakan hal yang tidak beres
tersebut padaku.
“kim, kenapa sih akhir-akhir ini yoseob
seperti menjauhiku?” Tanya bomi saat kita berada di ruang ganti wanita. Hari
ini ada kelas berenang.
“hah? Hehehe perasaanmu saja” ucapku asal,
berbohong bukan keahlianku.
“beneran deh, aku ngerasa dia hanya mau
berbicara banyak denganmu saja”
“aku tak tahu, kau tanyakan saja padanya”
saranku tak ingin membocorkan misi yoseob yang sudah dipersiapkan.
Aku tak tahu jika saranku itu dilakukan
dengan sungguh-sungguh oleh bomi, seusai pelajaran berenang di kolam yang sepi
bomi berbicara berdua dengan yoseob. Sebenarnya aku juga berada di sana, karena
aku ditugaskan oleh guru olahraga untuk membereskan alat-alat renang dan tak
sengaja mendengar pembicaraan mereka. Sebenarnya aku ingin keluar dari ruang
berenang itu, namun tak bisa karena mereka berbicara tepat di pintu keluar
ruangan. Jadilah aku terjebak di ruang penyimpanan barang dan menguping semua
pembicaraan mereka.
“sebenarnya… aku menyukaimu. Dan aku
berencana membuat pernyataan cinta untuk mu dibantu oleh kimmy” akuinya yang
membuat badanku lemas saat itu. Badanku benar-benar dibuat lemas dan pingsan beberapa
saat. Ketika sadar aku baru menyadari kalau jam makan siang sudah terlewat hari
itu.
Itu membuatku lemas saat perjalanan pulang
sekolah, rasanya aku ingin sekali segera sampai di rumah dan makan. Tapi niat
itu tersandung oleh yoseob yang menghalangiku untuk pulang.
“kim, aku ingin berbicara”
“ada apa lagi? Bicaralah saat perjalanan
pulang” ucapku lemas
“apa kau membocorkannya pada bomi?” Tanya
yoseob menyelat jalanku.
“tidak mungkin, aku kan sudah berjanji
padamu”
“lalu bagaimana…. “ “brukk…”
Yah, hari itu beneran aku pingsan tanpa
dibuat-buat. Setelah sadar aku masih sempat-sempatnya minta maaf pada yoseob.
Di ruang UKS yang mulai sepi karena jam pelajaran sudah berakhir yoseob
menyelat ucapanku dan menyuruhku beristirahat dengan sebuah infuse di tangan.
Hari ini tepat seminggu sejak kejadian itu.
Dan selama seminggu ini, wajah yoseob dan bomi selalu berseri-seri ceria, persis
seperti dua orang yang sedang jatuh cinta. Aku tak tahu sejak kapan mereka
resmi jadian. Dan semenjak seminggu itu juga waktu bersama kita bertiga
berkurang, meninggalkan aku sendirian.
Selain karena mereka sibuk berdua, aku
semakin menjauhi mereka karena ujian akhir semakin mendekat. Meski mereka
sering mengajakku belajar bersama, tapi aku selalu menolak karena takut akan
menjadi obat nyamuk bagi mereka.
***
Ibuku semakin parah saja penyakitnya, aku
menyuruhnya untuk menutup rumah makan sementara waktu. Tapi beliau tetap
bersikeras untuk bekerja.
“ini untuk biaya kuliah kamu sebentar lagi”
“aku tak akan kuliah bu” ucapku pasrah.
“kenapa? Jangan bilang bahwa kau takut ibumu
ini tak sanggup membiayaimu”
“bukan bu, aku hanya tak minat untuk belajar
di ibukota”
Tema perdebatan itu juga sama dengan
perdebatanku dengan yoseob saat hari ujian
ke perguruan tinggi semakin dekat.
“bukankah kau sudah berjanji bahwa kita
bertiga akan belajar di ibukota?”
“aku tidak pernah membuat janji padamu”
“tapi waktu itu…”
“aku hanya berkata bahwa mimpiku adalah
belajar di ibukota”
“lalu mengapa kau membatalkannya?”
“kau tak tahukan kenapa aku punya mimpi itu?
Sebenarnya mimpiku bukan karena
ingin belajar dan lulus dari kampus. Melainkan mencari ayahku yang bahkan sekarang wajahnya saja aku lupa” ujarku mulai menahan
tangis. Aku tak ingin terlihat lemah di depan yoseob.
Sejak pengakuanku pada yoseob, akhirnya dia dan bomi
benar-benar meninggalkanku dengan belajar ke ibukota. Dia berjanji akan sering
menghubungiku, baik lewat sms maupun sosial media. Namun janji hanyalah janji,
aku tahu jika sepasang manusia sedang jatuh cinta, pasti dunia serasa hanya
milik berdua. Ungkapan itu ternyata benar adanya, karena aku mendengar mereka
menyewa apartemen bersama di ibukota agar lebih berhemat. Dan itu membuat
awalnya saling menghubungi tiap hari, menjadi seminggu sekali, lalu berjarak
lagi sebulan sekali, lalu sekarang menghilang tanpa kabar.
Selagi mereka menuntut ilmu, aku juga tak ingin berkecil
hati dan tetap meneruskan bisnis rumah makan ibuku, dan menyuruhnya untuk
istirahat total. Aku hanya dibantu seorang wanita muda, tetanggaku sendiri.
Meski jarang mengabari, sekalinya menghubungiku dia selalu bercerita panjang lebar kali tinggi tentang perkembangan hubungannya dengan bomi. mulai dari kebiasaan buruk bomi yang terlihat, perubahan sikap bomi karena pergaulannya, atau karena semua pertengkaran mereka. Entahlah apa yang membuat hatiku senang saat mendengar berbagai curhatan yoseob itu. Tapi yang membuat aku dongkol adalah selalu ada kata bomi ditiap telepon kita. pernah aku memarahinya dan nyeplos,
"kenapa bomi lagi bomi lagi?"
"kim, apa kau lelah hari ini?
"yah, aku sangat lelah harus menjalani ini"
"sebaiknya kau istirhat saja hari ini, biar telepon ini aku tutup dan bisa kita lanjutkan esok hari"
"ok, tutup saja telponnya. dan jangan hubungi aku lagi"
"aku tahu kamu sibuk, aku minta....." "ttut, ttut, ttut...." ucapan yoseob bahkan belum selesai, kimmy sudah menutupnya.
Yoseob POV
"apa yang sedang dia pikirkan?" batinku aneh melihat sikap kimmy yang sekarang lebih sering uring-uringan. padahal saat kecil dulu dia termasuk anak yang manis. bahkan saat jatuh dari sepeda roda 4 dia telihat sangat menggemaskan. aku dan kimmy adalah tetangga sebelah sejak aku kecil, bahkan sejak aku lahir. itu membuatku menjadi saksi hidupnya saat giginya pertama kali tanggal, saat pertama kali dia bisa naik sepeda roda dua, saat pertama kali dia bisa berenang, saat pertama kali dia alergi udang, saat pertama kali dia datang bulan, dan saat pertama kali dia nampak cantik saat balutan hanbok di acara upacara kelulusan SMA.
dari semua saat pertama, hanya poin terakhir yang aku sesali, kenapa aku baru sadar saat aku sudah memiliki bomi? yah, aku kimmy dan bomi adalah teman sejak SMA, bomi anak baru pindahan dari kota yang masuk di lingkaran hubunganku dengan kimmy. mengapa bomi bisa masuk ke dalam lingkaran kami dengan mudah? karena aku baru sadar jika bomi nampak persisi sekali dengan kimmy. Dia selalu ceria saat berbicara, punya ide2 gila untuk menghambiskan waktu bersama, sama-sama alergi udang, sama-sama jago berenang, sama-sama bisa nyanyi, sama-sama gak takut dengan binatang. itulah yang membuat aku membuka mata dan mengarah pada bomi.
Tapi segala keinginan yang kita harapkan pada seseorang belum tentu ada padanya. aku jadi menyesal menaruh seluruh harapan masa depanku pada bomi yang ternyata ia khianati sendiri. aku tak tahu jika sejak awal kepindahanku dengannya di ibukota itu awal dari semuanya. teman-teman yang sejenak ia tinggalkan, kembali bertemu lagi dan menjalin hubungan, termasuk mantan pacar bomi saat di SMP dulu. dan bodohnya aku baru menyadari akhir-akhir ini, saat menjelang skripsi akan tuntas dan bangku kuliah akan selesai.
sejak mengetahui fakta itu, rasanya aku ingin mengadu pada kimmy dan berlari ke rumahnya yang hanya beberapa langkah. tapi ini di ibukota, aku harus puas dengan curhat lewat telepon. tapi apa respon kimmy tadi? dia lelah? apa pekerjaannya di restoran membuatnya seperti ini? aku masih ingat betul pengakuannya saat niat ke ibukota dia patahkan.
"aku ke ibukota, bukan untuk meneruskan kuliah. tapi hanya untuk menemukan ayahku. tapi sekarang ibuku sakit, menemukan ayahku bukan jadi hal utama. karena menurutku ibuku yang lebih utama" ucapan kimmy menohok hatiku dan membuat tujuanku datang ke ibukota bertambah satu. hampir 4 tahun berada di ibukota yang luas ini membuatku kesusahan mencari sosok dari nama yang bahkan fotonya gak ada. hanya bekal nama, umur, dan ciri fisik sama dengan kimmy aku nekat mencari lewat bantuan detektif di sana. Dan pencarin itu membuahkan hasil sebuah nisan 3 bulan yang lalu, bertuliskan nama yang sama dan marga yang sama dengan kimmy.
nisan itu hanya bisa aku foto dan mengirimnya ke hp kimmy. baru beberapa detik terkirim, hpku sudah berbunyi.
"apa maksud foto yang kau kirim?"
"itu, aku menemukan ayahmu lewat agen pencarian di sini"
"mana mungkin? dia bahkan belum pamit pada kami"
"marga kalian sama, bahkan ciri tubuh yang diceritakan juga sama denganmu"
"dia hanya pamit berlayar, pasti dia akan pulang yoseobie......" isak tangisnya terdengar
"dia mirip denganmu, mata sipit tanpa lipatan, hidung yang kecil, pipi yang chubby, dan senyum berlesung yang kamu punya semua ada pada ayahmu"
"hikhikhiksss... jadi wajahku adalah turunan dari ayahku?"
"tentu saja"
lama saling diam, menunggu tangisan kimmy reda. "kim, aku dan bomi sudah..."
"makasi atas usahamu mencari ayahku, bisa beri waktu aku untuk berkabung?" selat kimmy membuatku tak bisa meneruskan kata-kata dan memutuskan telepon kita. padahal aku ingin bercerita padanya bahwa aku sudah putus dengan bomi dan tidak tinggal serumah lagi. Selain itu aku juga ingin bercerita bahwa aku sudah diterima kerja di sebuah perusahaan, meski masih magang.
saat ini kimmy pasti sedang menangis hingga hidungnya basah dan memerah. tak lama setelah itu, dia harus bersembunyi di dalam kamar karena matanya akan membengkak dan harus menunggu 3 hari untuk mengembalikannya kekeadaan semula. aku masih mengingat semua kebiasaannya itu.
***
beberapa hari lagi ulang tahunnya tiba, yang ke 23. tak terasa aku sudah mengenal sosok kimmy sejak 23 tahun yang lalu. saat ibunya dan ibuku harus berbagi kamar bersalin yang sama di sebuah klinik dekat rumah, itu cerita yang aku dengar dari ibuku. seharusnya aku berada di rumah dan memberinya sebuah kejutan, aku masih ingat betul saat dia ulang tahun yang ke 15 tahun saat itu sambil membawa kue mini dan diam-diam memasuki kamarnya lewat jendela. atau di ulang tahunnya yang ke 10 saat semua teman sekolah ikut merayakan di rumah sedangkan aku sudah datang sejak pagi hari padahal di undangan tertera pukul 4 sore. itu membuat aku harus membantu meniupkan balon2, bahkan ikut memasak kue. atau saat ulang tahunnya yang ke 6 saat aku tak sengaja meniup lilinnya duluan di saat yang lain asyik bernyanyi. hal itu membuatnya nangis dan tidak mau menyapaku 2 hari.
aku mulai membungkus hadiahnya sekarang. karena sesuai perhitungan hari pengirimian jadi kimmy akan menerima tepat di pagi hari ulang tahunnya. aku membungkus sebuah hanbok cantik warna merah muda lengkap dengan aksesorisnya. sambil ku selipkan sebuah kertas bertuliskan "sebuah hanbok ini mengingatkanku pada masa kelulusan, pakailah untuk membuat kau lebih cantik. Selamat Ulang Tahun Kimmy~dari Yoseob"
tak lama setelah waktu perkiraan paketan itu sampai, sms datang di hpku dari kimmy bertuliskan "gomawo atas kadonya, aku harap kau tak gampang memuji orang lain. karena bakal ada yang marah jika seseorang membacanya" apa-apaan ini? apa di sana kimmy sudah mempunyai hubungan dengan pria lain?
hadiah hanbok bulan lalu adalah hasil dari gajian pertamaku, sebentar lagi gaji keduaku turun niatnya untuk hadiah kimmy lagi. tapi masih bingung akan memberi apa. saat kebingungan itu datang, tiba2 sebuah telepon dari rumah mengabari kalau ibu kimmy meninggal. ibu menyuruhku cepat pulang untuk menemani kimmy yang sedih. segera ku ambil cuti dengan mengatakan ibu mertuaku tiada. lalu mengambil kereta ekspress yang memakan waktu hanya 5 jam untuk sampai.
sesampainya di rumah, ibunya menyuruh yoseob menemani kimmy yang mengurung dirinya sejak tadi di kamar. saat kubuka pintunya, nampak matanya yang bengkak.
"gwenchana?" tanya yoseob yang langsung dibalas dengan pelukan dari kimmy. tangisnya makin pecah.
"bukankah kau janji jika aku menangis dan mengurung diri kau akan cepat datang? kenapa lama sekali?"
"maafkan aku, sudah jangan menangis. jika kau terus menangis, aku akan dimarahi oleh ibumu yang ada di surga"
"apa kau sudah memberi penghormatan terakhir?" tanya kimmy.
"belum, sejak aku menginjakkan kaki ku di desa ini, aku langsung ke kamarmu"
"kim, cepat turun. abu ibu mertua akan disebar sebentar lagi" ucap seorang laki-laki di luar pintu kamar kimmy.
"ibu mertua?" batinku bertanya-tanya. sosok itu adalah seorang pemuda tampan yang mengaku bekerja di staf pemerintahan daerah. dan lebih parahnya lagi, kabarnya dia sudah melamar kimmy tepat 3 bulan yang lalu.
Kimmy POV
saat di danau yang sunyi, aku mulai menyebarkan abu ibu. tiba-tiba yoseob bersuara "aku sudah putus dengan bomi" membuatku mengedipkan beberapa kali mataku untuk menyadarkanku. "sejak semester 7. sekitar setahun yang lalu" ucapnya lagi. bukankah ini kabar gembira? tapi mengapa aku tetap sedih mendengar kabar ini.
"ibu berwasiat untuk mu"
"apa itu?"
"jika kau salah melangkah, maka kembalilah. sampai saat ini aku masih belum faham apa maksudnya" ucapku jujur.
"yah, ibumu benar. sepertinya aku salah melangkah. tapi kali ini aku harus kembali pada siapa?" ucapnya menggantung menunggu jawaban dariku. tapi aku sungguh tak bisa berkata.
"seharusnya dulu aku lebih bisa membuka mataku lebar-lebar. sekarang aku jadi menyesal karena tempat kembaliku di sudah di tempati orang"
aku menggenggam tangan yoseob dan berkata "kita tetap berteman kan?"
"tentu, kau teman kecilku"
***
TAMAT
"gwenchana?" tanya yoseob yang langsung dibalas dengan pelukan dari kimmy. tangisnya makin pecah.
"bukankah kau janji jika aku menangis dan mengurung diri kau akan cepat datang? kenapa lama sekali?"
"maafkan aku, sudah jangan menangis. jika kau terus menangis, aku akan dimarahi oleh ibumu yang ada di surga"
"apa kau sudah memberi penghormatan terakhir?" tanya kimmy.
"belum, sejak aku menginjakkan kaki ku di desa ini, aku langsung ke kamarmu"
"kim, cepat turun. abu ibu mertua akan disebar sebentar lagi" ucap seorang laki-laki di luar pintu kamar kimmy.
"ibu mertua?" batinku bertanya-tanya. sosok itu adalah seorang pemuda tampan yang mengaku bekerja di staf pemerintahan daerah. dan lebih parahnya lagi, kabarnya dia sudah melamar kimmy tepat 3 bulan yang lalu.
Kimmy POV
saat di danau yang sunyi, aku mulai menyebarkan abu ibu. tiba-tiba yoseob bersuara "aku sudah putus dengan bomi" membuatku mengedipkan beberapa kali mataku untuk menyadarkanku. "sejak semester 7. sekitar setahun yang lalu" ucapnya lagi. bukankah ini kabar gembira? tapi mengapa aku tetap sedih mendengar kabar ini.
"ibu berwasiat untuk mu"
"apa itu?"
"jika kau salah melangkah, maka kembalilah. sampai saat ini aku masih belum faham apa maksudnya" ucapku jujur.
"yah, ibumu benar. sepertinya aku salah melangkah. tapi kali ini aku harus kembali pada siapa?" ucapnya menggantung menunggu jawaban dariku. tapi aku sungguh tak bisa berkata.
"seharusnya dulu aku lebih bisa membuka mataku lebar-lebar. sekarang aku jadi menyesal karena tempat kembaliku di sudah di tempati orang"
aku menggenggam tangan yoseob dan berkata "kita tetap berteman kan?"
"tentu, kau teman kecilku"
***
TAMAT