16 Agustus 2015

Catatan Hati Seorang Guru: Menghadapi Ibu dan Anak Sekaligus

halooo....

aku kembali dengan pengalaman yang baru. kali ini terhitung aku genap sebulan sudah mengajar. dan bertepatan dengan itu, aku mendapati satu fakta, bahwa kita sebagai guru harus melakukan hal yang sama sesuai judul di atas.

Yup! sekolah memang dikhusukan untuk anak, apalagi TK yang aku masuki ini, murid hanya berkisar 3-6 tahun. tapi selalu saja, ada sosok tambahan yang harus kita hadapi. yaitu para ibu anak-anak tersebut.

sejak awal masuk, saya sering mendengar keluhan para senior guru di sini. mereka mengeluhkan sikap orang tua yang terlalu ikut campur dalam berbagai urusan di sekolah. padahal maunya guru-guru itu biar mereka yang tanggung jawab jika anak ada di sekolah, namun jika anak di rumah, barulah peran orang tua itu ada.


seperti anak-anak mereka, ada sebagian yang aktif dan pasif. yang pasif itu termasuk orang tua yang menyerahkan seluruh persoalan pada guru. ini memang terdengar baik-baik saja. namun jika orang tuanya kelewat cuek sampai bekal makan anak yang isi biskuit itu tak pernah diganti meski sudah berjalan seminggu. itu sudah melenceng jauh.

adalagi saking pasifnya, orang tua lupa untuk jemput atau jemputnya terlalu telat hingga guru yang harus mengantar sampai rumah. bahkan ada yang tetap membiarkan baju seragam anaknya yang berbentuk terusan itu kepanjangan. saking panjangnya, jika berjalan hampir saja dia injak sendiri. entah itu orang tuanya kerja serepot apa sampe hal-hal kecil kurang jadi perhatian.

ada yang saking cueknya, anak tersebut selalu lupa membawa buku ngaji. padahal tiap hari mereka ngaji di sekolah, dan itu membuat guru-guru harus meminjamkan jilid sementara tanpa dibawanya pulang. bisa-bisa gak kembali tuh hehhehehe...

lalu ada orang tua yang kenal anaknya lebih dalam. bahkan saat mengantar, dia mengucapkan pada gurunya bahwa anaknya seperti ini dan ini, sehingga gurunya nanti jangan kaget atau bisa menanganinya nanti.

ini baru orang tua yang tepat. lalu ada yang terlalu memanjakan anaknya, apalagi saat ngalem gak mau sekolah. ibunya sampai tidak tega memaksa anaknya masuk kelas bersama bu guru. padahal masuk sekolah tepat waktu tanpa rewel juga termasuk disiplin menuju sekolah dasar. jika dingalemin terus, maka kapan anaknya bisa berubah?

adalagi orang tua yang over protek sekali. contohnya saja, ibunya sampai bilang ke guru dan minta anaknya jangan didekatkan mainnya sama satu anak. padahal keyataannya anaknya sendiri kelihatan enjoy bergaul dengan anak yang disebutkan ibunya tadi.

penuh tanda tanya dikepala saya waktu itu. kenapa gak mau? bukannya anak-anak sendiri bebas bermain dengan siapa saja. ternyata usut punya usut si ibu punya prasangka buruk pada teman anaknya itu. entah itu emang kejadian atau tidak, tapi selama ini mereka tampil dengan baik-baik saja. tidak sampai melanggar norma seperti anak SMA kenbanyakan.

yah, namanya juga ibu yang melahirkan. sampai dewasapun mereka tetap ikut campur di kehidupan anaknya. begitu juga dengan para guru harap sabar karena menghadapi berbagai macam jenis orang tua. dan butuh penegasan jika ingin berubah ke arah yang lebih baik :)

bye bye

terinspirasi: hanun, aliyah, yudis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar